Minggu, 01 September 2013

Sekuel Kembang Pukul Empat



Beberapa bulan yang lalu,  Ikan Paus cerita tentang bunga-bunga lucu yang namanya Kembang Pukul Empat. Sejak saat itu Dea jadi sering meratiin kembang-kembang itu. Bunga yang mekarnya baru jam empat sore itu terdiri dari macem-macem warna. Ada kuning, ungu, putih, oranye, dan lain sebagainya. Kata Ikan Paus Kembang Pukul Empat tumbuhnya gampang banget, makanya dia ada di mana-mana.
 
“Aku mau nanem Kembang Pukul Empat di rumah kalo gitu,” kata Dea pada suatu hari.
“Hah? Kamu yakin? Itu gulma, lho. Dia bakal tumbuh cepet dan ngambilin nutrisi taneman-taneman lain di sekitarnya,” jelas Ikan Paus.
“Hooo … tapi bunganya kan lucu …”
“Gini aja. Di taman kamu ada tempat yang terisolasi dari taneman-taneman lain nggak?”
“Di rumah aku ada pohon yang dikelilingin paving block. Di sekitarnya masih ada sisa tanah. Kembang Pukul Empatnya bisa aku tanem di situ?”


“Kayaknya tempat itu ideal. Coba aja kamu tanem di situ. Tapi kamu betul-betul nggak takut Si Kembang Pukul Empat  ngeganggu taneman lain di sekitarnya? Dia itu sekalinya udah berakar susah dibabatnya …” Ikan Paus nyoba mastiin lagi.
“Mmmm … enggak. Aku bisa bilang baik-baik ke Kembang Pukul Empatnya supaya dia jangan terlalu ngeganggu temen-temennya. Aku yakin dia bakal ngerti dan bisa agak baik kalo disayang.”
Ikan Paus ketawa, “Ya udah kalo kamu nggak takut …”

Ikan Paus dan Dea mulai ngumpulin biji-biji Kembang Pukul Empat dan nanem mereka di tempat yang direncanain. Ternyata boro-boro ngeganggu taneman lain, Temen-temen. Kembang Pukul Empat yang Dea tanem nggak tumbuh sama sekali. Padahal kata Ikan Paus Kembang Pukul Empat cukup tangguh dan mandiri, tanpa ada yang ngerawat aja dia bisa tumbuh subur sendiri di pinggir-pinggir jalan.

“Coba aku yang tanem,” kata Ikan Paus akhirnya pada suatu hari.
“Itu kan gulma. Kamu nggak takut?” gantian Dea yang nanya.
“Aku nanemnya di pot …”

Ikan Paus dan Dea mulai ngumpulin biji-biji Kembang Pukul Empat lagi. Abis itu Ikan Paus nanem mereka. Ternyata mereka tumbuh-tumbuh aja. Para Kembang Pukul Empat itu adem ayem di pot sampe pada suatu hari Ikan Paus ngebawa mereka ke rumahnya yang lain di Karang Mulya untuk ditanem di situ.

Kebun di rumah Ikan Paus yang di Karang Mulya terdiri dari beberapa petak. Salah satu petaknya ngadep ke jendela besar, dipenuhin taneman liar, dan ditumbuhin rumput yang panjang-panjang. Rencananya Ikan Paus mau nanem Kembang Pukul Empatnya di situ.

“Kembang Pukul Empat ini termasuk keluarga semak. Kalau ada dia, gulma yang lain bakal kalah, rumputnya juga nggak akan jadi tinggi-tinggi,” Ikan Paus ngejelasin alesannya nanem Kembang Pukul Empat di sekitar situ.
Dea ngangguk-ngangguk aja. Dea percaya Ikan Paus tau apa yang paling baik. Siang itu, sambil nyanyi-nyanyi, Dea ngebantuin Ikan Paus nyabutin gulma dan nanem-nanemin para Kembang Pukul Empat.


Dea jadi kepikir. Mungkin biji-biji Kembang Pukul Empat yang ditanem di rumah Dea sebenernya paham waktu Dea ngomong baik-baik. Tapi mereka nggak bisa ngelawan naturnya. Kalau sampe tumbuh dan idup, dia harus malakin nutrisi tumbuhan-tumbuhan lain di sekitarnya. Karena Dea udah minta tolong dengan percaya, mereka nggak tega, jadi mereka mutusin untuk sekalian nggak usah tumbuh aja.

Di rumah Ikan Paus Kembang Pukul Empat boleh tumbuh sesuai naturnya. Ikan Paus mungkin nggak pernah ngobrol-ngobrol sama Kembang Pukul Empat seperti Dea, tapi dia orangnya pinter. Dia ngerti kebutuhan Kembang Pukul Empat dan tau gimana menuhinnya. Ikan Paus memang begitu. Itu yang bikin Dea percaya dan nggak pernah ngeraguin setiap tindakan yang dia pilih untuk lakuin.

Beberapa bulan yang lalu, sambil ngeliatin Kembang Pukul Empat, Dea nyanyi-nyanyiin lagu “Flowers in the Window”-nya Travis. Sekarang Si Kembang Pukul Empat bener-bener jadi “flowers in the window” karena ditanem ngadep ke jendela besar. Dea nyanyi-nyanyi lagi di dalem hati,

So now we're here and now is fine
So far away from there and there is time, time, time
To plant new seeds and watch them grow
So there'll be flowers in the window when we go


“Kita nanem daun mint, yuk,” ajak Ikan Paus setelah selesai nanemin Kembang Pukul Empat.
“Di sebelah mana?” Dea nanya.

Ikan Paus ngajak Dea ke depan, deket pintu masuk. Di situ ada sepetak tanah lagi yang masih agak kosong. Ikan Paus nanem seiprit daun mint di sebelah situ.

“Nanti kalo udah tumbuh, daun mint-nya kita potong terus kita tanem lagi di sebelahnya. Begitu seterusnya sampe bagian sini penuh sama daun mint. Mungkin nggak ya bisa penuh?” Ikan Paus ngeliatin halamannya sendiri.
“Pasti bisa penuh,” tanggep Dea yakin dan bersemangat.
“Kalau suatu saat kita tinggal di sini, bagian sini udah penuh sama daun mint. Setiap ujan, halaman kita bakal wangi mint …”
“Wooow … aku bisa bikin cerita tentang halaman yang lagi sikat gigi. Nanti kamu aku dongengin, ya …”
“Hahaha …”


Selanjutnya Ikan Paus dan Dea beres-beres. Dea nyanyi-nyanyi lagi, tapi lupa lagu apa. Ikan Paus nggak banyak komentar. Dia orangnya nggak terlalu banyak ngobrol-ngobrol kayak Dea. Tapi dia selalu tau apa yang Dea butuhin, gimana menuhinnya secara seimbang, dan nggak pernah ngelarang Dea tumbuh  sesuai natur Dea. Buat Dea, dia dan segala paketnya juga bukan sosok yang susah disayang dan dimengerti. Dia pernah bilang, yang betul-betul dia butuhin seumur idup cuma orang yang bisa bikin dia ketawa-ketawa dan bahagia. Gampang sekali menuhinnya karena Ikan Paus sendiri yang bikin sisi itu bisa tumbuh sehat secara natural di diri Dea.

Hampir delapan bulan Ikan Paus dan Dea sama-sama. Dari awal,  kebahagiaannya nggak berkurang justru semakin bertambah. Toleransi  bukan sesuatu yang berat karena dilakuin dengan tulus dan penuh kasih. Nggak ada yang kerasa terlalu nyusahin, apalagi jadi beban. Apapun yang dihadepin bisa dikomunikasiin dan diselesein dengan hati damai. Semoga seterusnya kayak gini.

Wow look at us now
Flowers in the window
It's such a lovely day …

Bunga-bunga nggak bersemi untuk dirinya sendiri. Semoga kebaikan yang ditumbuhin bisa  ngeberkatin sebanyak-banyaknya makhluk ^^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar